Sunday, May 8, 2033

Makna Senthong

Senthong dalam bahasa Jawa berarti kamar. Kosakata ini umumnya dipakai oleh masyarakat Jawa untuk menyatakan tempat paling privat pada sebuah rumah. Di dalam senthong masyarakat Jawa mengawali dan mengakhiri jalinan cerita hidupnya. Hidup yang panjang dalam rangkaian waktu, pun hidup nan pendek hari lepas hari.
Mereka tidur, mereka merekam mimpinya, membangun hubungan lahiriah dengan pasangannya, juga batiniah dengan keluarganya, atau bahkan hubungan spiritual dengan Khaliknya dalam senthong. Senthong dapat bermakna lugas sebagai tempat beristirahat. Pada saat tertentu, senthong mendapatkan semat nama yang lebih anggun dan khusus. Tempat khusus untuk menghadap pada Sang Empunya. Maka, nama senthong berubah nama menjadi sanggar. Senthong atau sanggar pamujan.
Sebuah tempat untuk berkontemplasi. Sebuah tempat untuk melihat kembali ke dalam diri. Adalah juga tempat untuk membuka cakrawala batiniah dalam filosofi dan pemaknaan terhadap esensi dan makrifat.
Disinilah ilmu raga bertemu dengan ilmu jiwa. Disini pula mata kadang terpejam kadang tercelik. Bukan hanya mata wadag tetapi juga mata batiniah.

Saat dimana kita ingin bercengkerama dengan khasanah dan makna hakiki dari sebuah hidup... di saat itulah seringkali kita butuh SENTHONG....

Sunday, June 5, 2016

Makan untuk Hidup, bukan Hidup untuk Makan

Uripe Uwong Iku Sarana Mangan, nanging Aja Urip Amung Arêp Mangan





Sakèh urip iku asal saka wiji, kewan lan manusa saka êndhog. Wiji lan êndhog iku plêmbungan siji, kang bisa tuwuh lan tumangkar dadi akèh, kang krompolan, anggawa wangun masthi. Barang cilik siji bisa dadi akèh iku marga kawuwuhan sari saka jaba, kang lumrah diarani pangan. Sabanjure kewan manusa kang cilik nalika lair, bisa gêdhe jalaran kalêbon pangan. Yèn ora, amasthi ora sida dadi uwong. Gêdhene awak manusa iku duwe pantog, ewasamono ora kêna lèrèn ing pamangane, sabab awak mau kêna ing gêrang, têgêse thèthèl sarta suda perangane. Kang ilang iku kudu ana gajule. Dene awak bisa gêrang, jalaran kasrambahan sarining hawa, kang duwe katiyasan ambêsêm samubarang, digêmpil saka gandhèngane, banjur digondhol mêtu. Êmpane hawa rumasuk ing awak iku ngêtokake daya kang ora kasêdya ing uwong, kaya ta: lakune gêtih, ambêkan, mêlèk, mikir. Saya manèh yèn wong nêdya ngêtokake daya, iku ambêsêm awak akèh. Kaya ta: ngangkat junjung, lumaku, lan liyane. Dadi murih wutuhing awak, uwong iku kudu mangan.

Ewasamono wong urip aja ngêmungake mangan iku bae. Panganan iku ora sumadhiya ing ngarêpmu, kudu diupaya dhisik sarana ngêtokake daya, kêkuwataning awak lan pikiran. Dadi uwong iku: saking ênggone arêp mangan kudu tumandang apa-apa, aja mung arêp mangane êmoh ngêtokake karkat apa-apa, tata mangkono iku ora ana.

----

Terjemahan bebas :

Semua barang yang hidup itu asalnya dari benih, tumbuhan dari biji, hewan dan manusia dari telur. Biji dan telur itu seperti halnya balon satu, yang bisa tumbuh dan berkembang jadi banyak, yang menggerombol, dan membawa bentuk yang pasti. Barang kecil satu ini bisa jadi banyak karena mendapat asupan saripati dari luar tubuhnya, umum dianggap sebagai pangan. selanjutnya, hewan dan manusia yang kecil pada waktu lahir, bisa menjadi besar karena "kemasukan" makanan. Kalau tidak, pastilah tidak jadi orang. Badan manusia besarnya ada batasnya, meskipun begitu tidak boleh berhenti makan sebab badan bisa menyusut, artinya copot atau berkurang bagian-bagiannya. Yang hilang itu harus ada gantinya. Sebabnya badan bisa sakit, itu karena terkena pengaruh luar (menurut penulis--hawa--udara dari luar), yang punya kemampuan untuk merusak segala hal, dikikis dari bagian utamanya, lalu dibawa keluar. (Catatan: Dunia sain modern menyatakan bahwa oksigen bersifat merusak melalui proses oksidasi. Luar biasa bukan?? Pada jamannya, bisa jadi penulis belum memiliki pengetahuan sain seperti jaman sekarang, tapi yang sungguh luar biasa adalah berdasarkan logikanya si penulis meyakini bahwa hawa/udara/oksigen memiliki sifat yang merusak tubuh. Baca juga tentang reaksi oksidasi.) 

Makanannya udara saat masuk dalam tubuh itu mengeluarkan tenaga yang tidak secara sadar diperintah oleh diri manusia, seperti misalnya aliran darah, pernafasan, keadaan terjaga, dan berpikir. (Catatan : disini lebih lanjut, udara diidentikan dengan energi yang dikeluarkan oleh manusia karena adanya proses metabolisme bawah sadar yang dialami oleh tubuh manusia.) Apalagi kalau kita berniat mengeluarkan tenaga, itu lebih banyak merusak tubuh. Contohnya mengeluarkan tenaga secara sengaja : mengangkat barang, berjalan, dan lain sebagainya. Jadi supaya badan kita tetap utuh, kita harus tetap makan.

Namun demikian, orang hidup itu jangan hanya makan saja. Makanan itu tidak tersedia begitu saja di depanmu, harus diupayakan dahulu dengan cara mengeluarkan upaya, tenaga badaniah dan pikiran. Jadi orang itu kalau ingin makan ya harus mengerjakan sesuatu, jangan hanya mau makan saja tapi tidak mau mengeluarkan usaha apa-apa, yang seperti itu tidak ada. Baca juga: Tempe Iku Ora Temumpang Lambe Ning Temumpang Gawe.



Dikutip dari Buku "GAGASAN PRAKARA TINDAKING NGAOERIP" karangan Raden Kartawibangga (1921). Gambar ilustrasi: tembi.net

Wednesday, October 29, 2014

Lelaki Sebelas Tahun

Berapa lama seorang manusia akan hidup? Tidak ada yang akan pernah tahu. Bagaimana jalan hidup seorang manusia? Juga tak akan ada seorangpun yang tahu. Semua orang hanya mereka-reka. Semua hanya berharap mereka tahu apa yang akan terjadi kesudahannya. Yang orang tahu adalah masa lalu. Dan mengingat masa lalu adalah cara untuk belajar merencanakan masa depan. Sebab masa depan adalah pertaruhan, dan modal kita hanyalah cerita masa yang sudah lepas.

Urip Mono Amung Gentenan

Urip kuwi mung gentenan, begitu kalimat yang baru saja saya baca di salah satu grup media sosial. Mungkin yang dimaksudkan oleh si pengunggah, hidup ini selalu penuh dengan pasang surut, berganti-ganti antara senang dan susah, sakit dan sehat, sedih dan bahagia. Hampir tidak beda dengan salah satu pepatah tua Jawa yang sebelumnya sudah sangat familiar di telinga, Cakra Manggilingan.

Friday, May 10, 2013

Bukan Software tapi Brainware, Bukan Hardware tapi Heartware



Di depanku terpampang satu working station bernama popular Mac, lengkap dengan layar 29 inchi, prosesor Xeon, sistem operasi Leopard dengan tambahan sistem operasi Windows XP SP3 dan Windows 7 pada bootcamp-nya. Juga tiga harddisk drive dengan total kapasitas 3,5 terrabyte dan seonggok spesifikasi hardware yang mumpuni.

Thursday, May 9, 2013

Pulang


Senin malam kemarin saya mendapat berita duka dari keluarga, Paklik yang sudah lebih setahun ini menderita kangker dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa. Sekitar 2.30 dini hari berita itu datang, tapi sebenarnya sudah tidak terlalu mengherankan. Paklik yang semenjak meninggalnya Eyang awal April lalu kondisinya sudah semakin drop, akhirnya menutup lembaran perjuangannya dengan penyerahan sepenuhnya pada Allah—begitu khotbah pendeta dalam kebaktian penghiburan siang tadi.